Headlines News :
Home » , , » PETANI JAMBI BERJUANG

PETANI JAMBI BERJUANG

Written By Adamy Zulham on Saturday 2 February 2013 | 12:23


Petani Jambi Jalan Kaki 1000 Km menuju Istana Negara 
menuntut hak untuk menggarap lahan  (Dok : TribunNews)
Tegakkan Pasal 33 UUD 1945! 
Tanah Untuk Rakyat!
Di Indonesia, sumber kemiskinan dominan disumbangkan oleh ketimpangan atas tanah. Ini terjadi karena sistem agraria, khususnya tata-kelola hutan kita sangat berpihak kepada kepentingan bisnis besar. Sedangkan rakyat, termasuk masyarakat adat, disingkirkan dari tata-kelola hutan tersebut.
Dari 200 juta Hektar luas daratan Indonesia, 70 persen adalah sektor kehutanan, yang sebagian besar dikuasai oleh segelintir pebisnis swasta dan asing. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan, lebih dari 35 persen daratan Indonesia dikuasai oleh hanya 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batubara.
Menurut Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) untuk sector kehutanan, lebih dari 49 juta hektar hutan Indonesia diserahkan pengelolaannya kepada korporasi: 25 juta Hektar IUPHHK Hutan Alam, 9,3 juta Hektar untuk HTI, dan 15 juta Hektar untuk HGU. Sedangkan hutan murni yang tersisa, tinggal 40 juta Hektar.
Laporan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) menyebutkan, dari sekitar 39 juta hektar izin pemanfaatan hutan yang dikeluarkan Kemenhut RI, hanya 189 ribu Hektar yang jatuh ke Hutan Tanaman Rakyat (HTR), 30 ribu Hektar untuk Hutan Kemasyarakatan (HKM), dan 19 ribu Hektar untuk Hutan Desa. Artinya, pemanfaatan hutan yang jatuh ke rakyat tak lebih dari 200 ribu Hektar. Sedangkan 38 juta Hektar lebih (99%) diserahkan ke korporasi.
 Selain itu, sekitar 19 ribu desa/dusun definitive di Indonesia berada di kawasan hutan negara. Catatan tahun 2004 menyebutkan, sekitar 48,8 juta penduduk Indonesia bergantung dan menempati kawasan hutan, dimana 10,2 juta orang adalah miskin, atau sekitar 70 persen dari jumlah orang miskin dipedesaan yang mencapai 14,6 juta jiwa.
Petani Jalan Kaki 1000 Km memasuki 
Kota Palembang (Dok : TribunNews)
Di Jambi, dari 2,1 Ju Ha kawasan hutan di Jambi,  80 persen penguasaannya oleh perusahaan tambang, dan perusahaan pekebunan sawit dan akasia, sedangkan pengalokasian untuk rakyat hanya sebesar 38 ribu Ha atau sebesar 0,3 persen. Dari 386 perusahaan pertambangan, ada 223 perusahaan berada di kawasan hutan.
Penguasaan tanah semakin timpang oleh kebijakan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Inilah yang kami sebut “tata ruang kolonial” sebab peruntukan untuk alokasi pertambangan saja untuk segelintir pengusaha mencapai 1.1 Juta Hektar atau setara dengan peruntukan lahan untuk 3 juta jiwa masyarakat Jambi.
Inilah yang menyebabkan petani Jambi melakukan aksi pendudukan di depan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, yang sudah memasuki hari ke 53. Sedangkan aksi long-march petani Jambi ke Istana sudah menempuh jarak 670 Kilometer, di Lampung Tengah.
Para petani menilai bahwa Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menghambat distribusi tanah ke rakyat. Sebab program distribusi HTR di Jambi dari areal yang dicadangkan sebesar 38.963 Hektar, yang baru terealisasi terealisasi baru 3.843 Hektar. Selain itu, pihak Kemenhut pernah menolak rekoemendasi Pemda Batanghari, pada tahun 2008, terkait usulan HTR lahan bekas HPH PT. Asialog seluas 29.320 Hektar.
Dari situasi tersebut dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa eksploitasi hutan yang terjadi selama ini hanya menguntungkan kepentingan pebisnis besar, dan juga penyumbang krisis ekologi (deforestasi). Karena itu, komersialisasi kawasan hutan harus dihentikan.
Untuk itu, tata-kelola hutan perlu diubah agar menjamin kepentingan memakmurkan rakyat. Pemerintah perlu memperluas “akses” rakyat atas pengelolaan dan pemanfaatan hutan.
Selain itu, untuk masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) 113, berdasarkan pertemuan dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, menyepakai tuntutan masyarakat adat. Proses enclave ini akan dimulai dengan pendaftaran tata-batas lahan konsesi PT. Asiatic Persada sesuai lahan seluas 3.550 Hektar sesuai dengan peta micro.
Hak “akses” tanah untuk rakyat, telah dijamin didalam regulasi. Pemerintah berkewajiaban mendistribusikan aset (tanah) kepada rakyat sebagaimana amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945, UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dan produk undang-undang lainnya.
Maka dari itu, kami mengajukan tuntutan sebagai berikut:
1.     Menuntut kepada Pemerintah untuk konsisten dan setia menjalankan perintah konstitusi: Pasal 33 UUD 1945.
2.    Menuntut kepada Pemerintah untuk segera melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960.
3.   Menuntut pengembalian tanah: masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) 113 seluas 3.550 Hektar,
4.   Menuntut pengembalian tanah petani Kunangan Jaya II (Batanghari) seluas 7.489 Hektar, dan petani Mekar Jaya (Sarolangun) seluas 3.482 Hektar.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Atas solidaritas dan pembelaan pada rakyat, kami mengucapkan terimaksih.
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Adamy's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger